Rabu, 18 Januari 2012

Ini Jawaban Kemenakertrans Masalah Outsourcing

JAKARTA- Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menyatakan siap melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi yang menilai sistem kontrak dan outsourcing, telah melanggar konstitusi. 

Atas dasar ini, Kemnakertrans akan segera menerbitkan surat edaran mengenai ketentuan Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tententu (PKWT). Surat edaran ini dalam minggu ini diharapkan sudah selesai. 

Penerbitan surat edaran ini terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011  pada tanggal 17 Januari 2012,mengenai permohonan  pengujian Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang terkait dengan PKWT dan outsourcing (pasal 59, 64, 65 dan 66). 

“Memang perlu untuk ada semacam surat edaran atau petunjuk untuk mengatur ketentuan –ketentuan yang terkait dengan Outsourcingdan PKWT ini. Kemnakertrans segera membuat surat edaran untuk menjelaskan masalah ini," kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga kerja (PHI dan Jamsos) Kemnakertrans Myra M. Hanartani di kantor Kemnakertrans, Jakart, Rabu (18/1/2012). 

Menurutnya, dengan dikeluarkannya putusan MK ini, maka segera diakomodir hasil putusan MK tersebut dalam rumusan baru dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, termasuk aturan perjanjian kerja dalam hubungan kerja. 

“Bagaimanapun juga harus ada persiapan-persiapan bagi yang sekarang sudah melakukan dengan sistem kerja yang seperti itu. Kita harus memberikan semacam guidence agar tidak terjadi perselisihan dan juga agar tidak salah tafsir,"terangnya. 

Myra menambahkan, keputusan MK yang berkaitan dengan outsourcing itu memang akhirnya mengatakan, untuk kegiatan yang out dan alih daya tidak bisa menggunakan PKWT, dan itu sudah diputuskan seperti itu. 

“Yang perlu ditekankan dalam putusan MK adalah pekerja/buruh yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi oleh konstitusi. Maka harus dipastikan bahwa hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan outsourcing yang melaksanakan outsourcing dilaksanakan dengan tetap menjamin perlindungan atas hak-hak pekerja/buruh," jelasnya.

Dalam perjanjian kerja outsourcing, tambah Myra, harus disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagaian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. 

Menurut Myra, memang harus ada revisi UU ketenagakerjaan terkait guna memperkuat putusan MK tersebut, karena sudah beberapa pasal yang tidak mempunyai kekuatan hukum, diubah atau tidak diberlakukan, seharusnya memang diupayakan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 

“Mudah-mudahan semua pemangku kepentingan juga menyadari itu, bagaimanapun ini harus dikemas dalam peraturan perundang-undangan. Dan kalau semua sudah sepakat kan bisa masuk di prolegnas,"pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More