TAHUN Baru Imlek merupakan perayaan terpenting warga keturunan Tionghoa. Banyak legenda yang ternyata melingkupi momen berbagi kebahagiaan ini.
Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan perayaan Cap Go Meh di hari ke-15 setelah Tahun Baru, yang jatuh tepat saat bulan purnama. Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada serta penyulutan kembang api.
Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar dan memiliki pengaruh. Penanggalan kalender Tionghoa sebenarnya dipengaruhi dua sistem kalender, yaitu sistem gregorian dan sistem bulan-matahari, dimana satu tahun terbagi menjadi 12 bulan. Penanggalan dilengkapi pembagian 24 musim yang erat hubungannya dengan perubahan yang terjadi pada alam. Pehingga ini juga berguna untuk bidang pertanian dalam menentukan saat tanam maupun saat panen.
Selain itu, dalam siklus 12 tahunan kalender Tionghoa juga dikenal tahun yang biasa kita sebut "shio", yaitu tikus, sapi, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi. Di antara tradisi-tradisi yang dilakukan saat imlek selain pesta kembang api, memakan kue bulan, dan membagikan angpau, ada pula tradisi lainnya. Apakah itu? simak ulasannya berikut ini, seperti dikutip dari Tionghoa:
Menggantung lentera merah
Tradisi ini berkaitan dengan masa Dinasti Ming. Pada saat itu, Li Zicheng, seorang pemimpin pemberontak memersiapkan diri untuk menguasai Kota Kaifeng. Agar penyerangan tidak mengganggu rakyat jelata, Li memerintahkan rakyat untuk menggantung lentera merah di pintu rumahnya sebagai tanda.
Namun malangnya, saat itu terjadi banjir. Penduduk lari ke atap rumah untuk menyelamatkan diri sambil membawa lentera merah. Dari kejauhan, Li melihat rakyatnya karena cahaya lentera merah tersebut dan memerintahkan prajuritnya untuk menolong mereka. Sejak itulah, untuk memperingati kebaikan hati Li, bangsa Tionghoa selalu menggantung lentera merah pada setiap perayaan penting, salah satunya Tahun Baru Imlek.
Membunyikan petasan
Menurut legenda Tionghoa kuno, zaman dahulu di atas rumpun pohon bambu hidup mahluk aneh dinamakan Mahluk Gunung. Mahluk aneh ini pendek, hanya memiliki satu kaki, dan dikenal suka mengganggu penduduk desa.
Suatu hari, karena kedinginan, penduduk desa membakar bambu dalam perapian. Mahluk gunung pun muncul tiba-tiba dan menyerang mereka. Namun saat kekacauan terjadi, potongan bambu yang berada di perapian meletus dan menakut-nakuti para mahluk gunung ini. Sejak itulah, tradisi membunyikan petasan dilakukan, terutama saat malam Tahun Baru Imlek.
Menyembunyikan sapu
Menurut legenda, pada zaman dahulu ada seorang pedagan bernama Ou Ming yang selalu berpergian menggunakan perahu. Suatu hari, saat ia sedang berlayar tiba-tiba badai menghadang. Ia terdampar di sebuah pulau dan perahunya rusak berat sehingga tidak dapat dipakai.
Ou kemudian ditolong oleh Qing Hongjun, penghuni pulau tersebut. Qing menjamu Ou dengan hangat, kemudian berniat memberikan kenang-kenangan kepada Ou. Ou kemudian meminta Ru Yuan, pelayang cantik yang bekerja di rumah Qing. Qing awalnya ragu, namun akhirnya ia memberikan Ru Yuan beserta satu peti permata.
Namun Ou ternyata berniat jahat, ia berniat memiliki semua permata itu sendiri. Ia merayu Ru Yuan agar memberikan kunci peti permata itu. Akhirnya, kunci itu diberikan. Sejak saat itu perlakuan Ou terhadap Ru Yuan semakin kasar. tidak tahan, ia pun lari namun hampir berhasil tertangkap Ou.
Ru Yuan melihat sebuah sapu bersandar di pohon, kemudian ia memutuskan untuk menghilang ke dalam sapu. Saat ia menghilang, semua harta yang di rumah Ou pun turut hilang. Karena itulah, saat menyambut tahun baru Imlek, orang Tionghoa akan membersihkan rumahnya kemudian menyembunyikan sapu, dengan harapan semua hal yang tidak diinginkan hilang tersapu.
0 komentar:
Posting Komentar