Jakarta - Mentransformasikan sebuah karya seni bernilai tinggi ke dalam format digital kerap menuai kontroversi. Ini pula yang dialami e-wayang, yang berupaya mengakuisisi pembuatan wayang tradisional yang umurnya sudah ratusan tahun itu.
Tanggapan sinis datang dari sebagian kalangan dalang tradisional. Kekhawatiran akan lunturnya nilai-nilai pewayangan tradisional menjadi alasannya. Namun tiga orang perintis e-wayang, Mawan Sugiyanto, Rina Mardiana dan Dhiny berupaya menepis anggapan ini.
"Kami berusaha meyakinkan mereka, bahwa apa yang kami tunjukkan substansinya sama namun dengan medium yang berbeda. Dan menurut kami, justru dengan melihat wayang (buatan) kami, orang bisa jadi akan penasaran mencari tahu wayang asli dan pagelarannya itu seperti apa," terang Rina.
Menurut wanita berkerudung ini, di era cyber seperti sekarang, format digital membawa keuntungan ganda, terutama dari sisi publikasi. Internet merupakan alat efektif yang diyakini dapat memperkenalkan wayang di kancah internasional.
Namun baik Rina, Mawan dan Dhiny mengaku tidak khawatir dengan respons negatif yang berseliweran. Mereka memilih untuk membiarkan dan berharap bahwa suatu saat penemuannya bisa diterima khalayak.
"Dulu pernah ada wayang suket, yang dibuat dari rumput. Awalnya kontroversi juga, namun akhirnya bisa diterima. Dan kalau kita lihat sejarahnya, perkembangan wayang itu memang selalu ada kontroversi setiap ada pembaruan, dari medianya atau bentuknya," papar Mawan.
Tim e-wayang juga pernah mengajukan agar metodenya digunakan untuk mendokumentasikan bentuk-bentuk wayang tradisional secara digital. Bukan mendokumentasikan wayang dengan cara difoto atau direkam. Dengan cara ini, mereka berharap bisa ikut berperan dalam pelestarian kekayaan wayang di Indonesia.
"Dengan metode kami, nantinya orang masih akan tahu, misalnya jenis pahatan yang digunakan pada sebuah bentuk wayang, pewarnaan dan sebagainya, dalam bentuk yang sudah digital. Kami bisa mendokumentasikan semua proses manual itu dengan cara kami," jelas Mawan.
Sayang, usul tiga serangkai ini sepertinya belum cukup menggugah. Namun mereka pantang mundur. Tahun ini, selain getol mengikuti berbagai kompetisi untuk menarik minat investor, tiga lulusan Institut Pertanian Bogor ini terus mengembangkan dan mempromosikan e-wayang ke publik lewat Facebook dan website.
0 komentar:
Posting Komentar