JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan, ekspor CPO Indonesia belum diboikot oleh Amerika Serikat (AS). Namun, kata dia, baru berupa notifikasi.
Notifikasi tersebut, lanjutnya, merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh AS. Selain Indonesia, menurutnya, AS juga mengirim notifikasi serupa kepada sejumlah negara seperti Malaysia. "AS memberi batas waktu hingga 27 Februari bagi kita untuk mengirimkan bantahan atas temuan kajian itu," kata Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan di Jakarta, Rabu (1/2/2012).
Apabila hasil kajian AS benar-benar bisa dibuktikan kebenarannya, maka, ekspor CPO ke AS terpaksa harus dihentikan. "Pemerintah kita bisa saja mengirimkan surat ke AS. Silakan saja," jelasnya.
Sementara, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Benny Wahyudi mengatakan, alasan mengenai masalah lingkungan hidup yang dinyatakan oleh AS hanya bersifat imajinatif.
"Mereka hitung pengurangan CO2 emisi CPO kita 17 persen dan ada deforestasi perusakan lingkungan. Punya cap CPO kita seperti itu. Mereka buat aturan sesukanya. Alasan lingkungan itu imajinatif," kata Benny.
Menurutnya, AS mencoba melindungi komoditas dan para petaninya yang bersaing ketat dengan CPO, seperti jagung dan kedelai. "Mereka ingin melindungi petani. Itu juga berupa misi kampanye politik. Petani disana kan banyak," ucapnya.
Dia menambahkan, hasil kajian AS tersebut tidak berdampak besar terhadap ekspor CPO. "Dari segi ekspor ke AS kecil sekali," terangnya.
Benny menuturkan, yang perlu dikhawatirkan adalah negara-negara lain seperti Malaysia dan Amerika Latin akan melakukan tindakan serupa. "Yang dikhawatirkan, hal itu akan merembet ke negara-negara lainnya," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar