JAKARTA - Perkembangan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menjadi semakin tidak jelas. Dalam perkembangan terakhir beberapa fraksi partai secara eksplisit menolak kenaikan harga BBM tersebut.
Pengamat Ekonomi Mirza Aditiaswara menjelaskan ada beberapa risiko yang akan ditanggung pemerintah dan rakyat apabila BBM subsidi tidak jadi dinaikkan seperti stabilisasi pada pasar keuangan.
"Akan ada konsekuensi distabilitas pasar keuangan jika defisit APBN tidak bisa diturunkan ke bawah tiga persen dari PDB, yaitu harus ada pengeluaran lain yang dipotong signifikan atau ada penerimaan (pajak, cukai) yang harus ditingkatkan," ungkapnya kepada okezone di Jakarta, Jumat (30/3/2012).
Menurutnya, saat ini masyarakat awam mungkin sering lupa bahwa tanggung jawab pemerintah dan DPR sebenarnya sama dalam memastikan bahwa negara ini stabil, adil, dan menyejahterakan rakyat.
"Defisit APBN dibiayai oleh investor pasar keuangan SUN. Investor memperhatikan hal ini. Jika akibat dari kebijakan pemerintah atau DPR membuat situasi stabilitas makro negara ini menjadi terguncang maka artinya sistem demokrasi kita belum berhasil membawa kepada kesejahteraan masyarakat," paparnya.
Oleh karena itu, Mirza pun berpendapat bahwa selama BBM masih menjadi masalah utama energi di Indonesia maka pasti akan terjadi kenaikan harga BBM.
"Faktanya adalah siapapun pemerintahnya dan presidennya sampai kapan pun Indonesia akan tetap harus selalu dipaksa mengambil keputusan tentang harga BBM selama minyak masih menjadi sumber energi utama di negara ini," pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar